Sabtu, 03 Agustus 2013

MENGGENGGAM DUNIA

Oleh Mishbah KZ


Sewaktu duduk di bangku madrasah, Pak Mustahiq, guru bahasa Arab, selalu berpesan, "Dengan bahasa, dunia dalam genggamanmu". Menurut beliau, bahasa adalah kunci membuka cakrawala dunia. Bahasa juga merupakan alat komunikasi. Seseorang yang mampu memahami bahasa, dengan mudah memahami pengetahuan global dan dapat berkomunikasi dengan orang di seluruh penjuru dunia.
            Saat itu, saya masih menyangsikan pesan Pak Mustahiq. Menurutku, menggenggam dunia dengan penguasaan bahasa hanyalah isapan jempol. Hal tersebut karena beberpa hal. Pertama, sebagai siswa di Madrasah Aliyah, mendapatkan kesempatan melanjutkan sekolah adalah sebuah anugerah. Beberapa teman sejawat banyak yang terpaksa bekerja. Di samping itu, keliling dunia menuntut kita untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Biaya adalah syarat utama. Beberapa teman berpendapat, daripada menghabiskan banyak biaya, lebih baik bekerja untuk menghasilkan uang. Pilihan yang sulit. Kedua, mahir berbahasa Arab dan Inggris itu tidak mudah. Ada rasa takut salah. Ada perasaan minder. Untuk mempelajari tata bahasa seperti nahwu, shorof dan grammar itu mudah. Ya, belajar tata bahasa bisa dipelajari sendiri. Namun, belajar percakapan (speaking) membutuhkan teman. Sementara, teman-temanku paling susah untuk diajak berbicara bahasa asing. Menurut mereka, siswa yang bicara bahasa asing di sekolah itu siswa yang sombong. Padahal, di sekolahku, ada peraturan dan tempat khusus bertuliskan "Arabic & English area", kawasan wajib berbahasa Arab dan Inggris. Faktanya, tak seorang pun di area tersebut yang bericara bahasa Arab dan Inggris. Para siswa aktif berbicara jika ada guru bahasa menyapa siswa di tempat tersebut. Berbicara bahasa asing belum menjadi kesadaran, hanya peraturan yg sekadar dipatuhi jika ada yang mengawasi.

Otodidak untuk Menempa Diri
            Tantangan tersebut menjadi pemicu untuk giat belajar. Otodidak adalah pilihan. Setiap hari, sejumlah kosakata harus dihafal. Awalnya berat, setiap kali dihafalkan, lupa selalu menghampiri. Hafalan memang harus diulang terus menerus. Dalam tempo beberapa bulan, hafalan kosa kata sudah cukup banyak. Anehnya, aku masih belum bisa bicara. Setelah evaluasi, ada yang butuh dibenahi dalam sistem belajarku, terutama bahasa Arab. Hafalan kosakata memberi tambahan pembendaharaan kata. Sementara yang dibutuhkan dalam percakapan (speaking) adalah pembendaharaan ungkapan (expression). Selain itu, pelajaran percakapan yang kupelajari terasa sulit diterapkan. Tema percakapan lebih berkutat pada tempat, seperti di sekolah, perpustakaan, dan sebagainya. Apabila contoh percapakan tersebut dihafalkan, sulit bisa diterapkan dalam kondisi dan tempat yang berbeda.     
            Pengalaman tersebut membuatku mengumpulkan ungkapan percakapan (ekspression) bahasa Arab secata tematik. Penyusunan  ungkapan berdasarkan tema tertentu, seperti ungkapan permohonan maaf, permohonan ijin, ungkapan selamat dan sebagainya. Dalam penyusunan ungkapan ini secara tidak langsung harus membuka banyak buku bahasa Arab, bertemu dengan praktisi pendidik bahasa Arab dan native speaker. Bagiku, ini adalah belajar bahasa yang sesungguhnya; menempa diri secara langsung pada bidang yang ditekuni. Tak terasa, kumpulan ungkapan tersebut mencapai ratusan halaman. Beberapa teman minta untuk diterbitkan. Berkat dukungan beberapa pihak, kumpulan ungkapan tersebut berhasil terbit dengan Judul "La Taskut". Alhamdulillah, buku sederhana tersebut diterima beberapa kalangan. Diantaranya digunakan sebagai panduan kursus bahasa Arab, panduan siswa, santri dan dicetak Kementerian Agama.

Arabicphobia
            Dalam proses belajar, penulis bertemu dengan pegiat bahasa Arab, baik pelajar maupun pendidik. Diantara mereka ada yang mudah belajar bahasa Arab. Ada pula yang merasa kesulitan. Mungkin ada banyak faktor yang membuat pelajaran bahasa Arab menakutkan dan tidak menarik. Diantaranya adalah arabicphobia. Yakni, rasa ketakutan yang berlebihan pada hal yang berhubungan dengan bahasa Arab. Gejalanya, setiap kali mendengar pelajaran bahasa Arab, perasaan khawatir dan cemas muncul. Akibatnya pasrtisipasi siswa di kelas tidak maksimal. Partisipasi siswa terbatas pada menghadiri kelas, tidak memahami pelajaran. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Antara lain: materi yang rumit, metode penyampaian dan minimnya interaksi siswa dalam pembelajaran. Siswa diposisikan sebagai objek pasif. Imbasnya, siswa antipati terhadap pelajaran tersebut. Padahal ketertarikan siswa adalah kunci pokok dalam pembelajaran bahasa.
            Obat arabicphobia adalah menaklukkan rasa takut itu sendiri. Ketakutan harus diminimalisir. Ini membutuhkan pemahaman bahwa bahasa Arab itu mudah. Bicara bahasa Arab itu semudah berbicara bahasa daerah.

Bicara itu Mudah
            Di Timur Tengah, khususnya di negara teluk, banyak sekali pekerja dari India, Bangladesh, Pakistan. Mereka bekerja di sektor jasa, seperti pelayan toko, sopir dan lain sebagainya. Mereka mahir berbicara Arab dan Inggris. Tidak terbersit rasa takut untuk berbicara, meski banyak sekali kesalahan tata bahasa. Bagi mereka, tujuan komunikasi adalah menyampaikan pesan dan bersosialisasi. Keterbatasan bahasa tidak menjadi kendala untuk berbicara. Mungkin sistem belajar mereka adalah "trial and error", belajar dengan cara mencoba-coba dan membuat kesalahan. Kesalahan yang dilakukan digunakan sebagai bahan evaluasi untuk melakukan perbaikan.
            Selain penguasaan bahasa, rasa percaya diri mutlak dibutuhkan. Orang India memiliki rasa percaya diri untuk berkomunikasi. Kepercayaan diri lah yang membuat mereka bisa bekerja dan hidup di Negara teluk.
            Sekarang, setelah setahun lebih berada di Qatar, saya bisa memahami pesan Pak Mustahiq. Bahasa adalah sayap untuk terbang ke penjuru dunia. Bahasa adalah kunci jagad pengetahuan. Genggamlah bahasa! Genggamlah dunia!

Dimuat di Majalah Latansa, Edisi Perdana, Juni 2013

Ramadhan adalah Madrasah Anti Kekerasan

Oleh Mishbah KZ


Ramadhan merupakan madrasah anti kekerasan (nonvilonce). Ramadhan menempa individu untuk memuasakan potensi negatif panca indera yang merugikan dirinya dan orang lain. Oleh karena itu, puasa sesungguhnya adalah memuasakan diri dari laku kekerasan kepada yang lain, bukan semata menahan diri dari lapar dan dahaga. Orientasi puasa ada dua: (1) sah dan (2) kualitas. Jika orientasi puasa terbatas pada tujuan sahnya puasa, maka menahan dari yang membatalkan puasa sudah cukup. Akan tetapi, jika orientasinya adalah pencapaian kualitas puasa, maka  puasa harus mampu menjamin kedamaian dan anti kekerasan bagi semua, baik kekerasan verbal maupun tindakan. Pertanyaannya, bagaimana puasa mampu membentuk pribadi berkarakter anti kekerasan?
Dalam sebuah hadis al-Bukhari, riwayat Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw menjelaskan, puasa merupakan perisai (junnah). Perisai berfungsi untuk menangkis serangan. Perisai puasa berfungsi menahan dua dorongan negatif. Pertama, dorongan negatif dari dalam, berupa larangan melakukan kekerasan verbal terhadap orang lain. Nabi mencontohkan seperti berbicara jelek dan kasar. Ucapan kasar dan jelek bisa melukai hati orang lain dan memicu permusuhan. Kedua, dorongan negatif dari luar. Ketika ada seseorang yang datang memakimu dan memancing emosimu. Nabi menyarankan agar mampu menahan amarah dan mengabarkan bahwa kamu sedang berpuasa. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir pertikaian. Relasi yang ingin dibangun nabi selama berpuasa adalah relasi damai, yang dibangun atas dasar tidak menyakiti satu sama lain.  
Nabi menegaskan lagi dalam lanjutan hadis tersebut. Aroma mulut orang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada minyak Misik. Dalam Fath al-Bari, Syarah kitab Shahih al-Bukhari, kalimat tersebut merupakan kiasan. Dalam tradisi Arab, orang yang memakai minyak misik biasanya dicintai oleh orang di sekitarnya,  mendekatkannya dengan banyak orang. Begitu pula dengan puasa. Puasa yang hakiki mampu mendekatkan diri kepada Allah. Puasa yang dimaksud oleh Nabi adalah puasa yang memenuhi empat kriteria. Antara lain, puasa dengan mengekang (1) makan, (2) minum, (3) syahwat  dan (4) mengharap ridha Allah. Nabi menegaskan, kualitas puasa diukur dari manajemen syahwat dan niat. Syahwat dan niat disini menjadi aspek dominan yang bersifat batiniah, sementara makan dan minum bersifat lahiriah. Mementingkan aspek lahiriah saja tidak cukup, karenanya Nabi saw berpesan, banyak orang yang berpuasa hanya mendapat haus dan dahaga tanpa pahala. Oleh karena itu, Manajemen syahwat perlu diperhatikan, khususnya syahwat yang memiliki dampak sosial: syahwat lisan dan tangan. Lisan dijaga agar setiap yang dikata mendamaikan hati orang yang mendengarnya, bukan menjadi sumber fitnah. Tangan digunakan untuk menginvestasikan kebaikan, bukan pengerusakan dan sweeping sewaktu bulan Ramadhan.

Kemenangan Tanpa Kekerasan
            Pembukaan kota Makkah-fath al-Makkah-terjadi pada bulan Ramadhan, tahun kelima Hijriyah. Peristiwa ini terjadi karena pengkhianatan Quraisy terhadap perjanjian Hudaibiyah. Sekitar sepuluh ribu pasukan muslim ikut serta dalam peristiwa ini.
Pasukan kaum muslim sudah memasuki daerah Marr al-Zahran-terletak antara Makkah dan Madinah. Pihak Quraisy merasakan ada bahaya besar yang mendekat. Mereka mengirim Abu Sufyan sebagai juru runding. Ia melakukan mediasi dengan bantuan Abbas sebagai mediator. Dalam mediasi tersebut, Nabi menyampaikan tiga pesan damai agar disampaikan kepada seluruh penduduk Makkah sebelum kedatangannya ke Makkah. Pesan damai tersebut berisi jaminan keamanan dan keselamatan bagi mereka yang: (1) memasuki rumah Abu Sufyan; (2) menutup pintu rumahnya; (3) dan masuk masjid.    
            Nabi menegaskan, misinya adalah anti kekerasan. Nabi memerintahkan kepada semua pasukannya supaya jangan melakukan pertempuran, jangan meneteskan darah, kecuali jika ada perlawanan. Sesampai di Makkah, Nabi Muhammad saw bertanya kepada kaum Qurays, "Menurutmu, apa yang akan kuperbuat terhadapmu sekarang?". Mereka menjawab, "yang baik-baik. Engkau adalah saudara yang pemurah". Nabi mengampuni dan membebaskan mereka.
            Peluang kekerasan dalam fath al-Makkah sangat besar. Kaum Quraisy tak berkutik dengan kepungan tentara kaum Muslim. Nyawa mereka menunggu instruksi Nabi. Meski demikian, Nabi Muhammad memilih memberi maaf. Padahal diantara mereka, Nabi mengenal orang-orang yang pernah berkomplot untuk membunuhnya, yang  pernah menganiayanya dan para sahabatnya, yang memeranginya sewaktu perang Badar dan Uhud, yang mengepungnya dalam perang Khandaq, dan yang menghasut orang Arab untuk melawan Nabi.     
            Nabi Muhammad juga memberi amnesti kepada mereka yang dijatuhi hukuman mati. Diantaranya, Hindun, istri Abu Sufyan, yang telah mengunyah jantung Hamzah ra. pada waktu perang Uhud.
            Nabi Muhammad mengajarkan beberapa hal penting dalam misi perdamaian fath al-Makkah di bulan Ramadhan. Pertama, Ramadhan adalah momentum untuk memuasakan dorongan jahat. Dalam fath al-Makkah, kesempatan untuk melakukan kekerasan terhadap yang lain ada, namun Nabi memuasakan dorongan tersebut dan memilih memaafkan mereka. Kedamaian Ramadhan dan tanah haram lebih penting daripada menuruti nafsu. Kedua, dendam harus dibalas dengan kebaikan. Kekerasan akan melahirkan permusuhan. Sementara kebaikan akan membangun tatanan masyarakat madani. Salah satu dampak positif dari strategi damai Nabi adalah banyak kaum Quraisy yang berbondong-bondong masuk Islam. Ketiga, kemenangan sejati harus mampu memberi kemenangan orang lain untuk memperbaiki diri. Kemenangan harus dibangun atas dasar merahmati yang lain. Kemenangan yang menjamin  kedamaian tanpa kekerasan.

Dimuat di Radar Semarang, Jawa Pos, 23 Juli 2013

Minggu, 03 Februari 2013

KAMUS BAHASA ARAB ONLINE

Portal "almaany.com" merupakan kamus online bahasa Arab. Keunggunal portal ini dibanding dengan kamus portal lainnya, diantaranya, pertama, "almaany.com" didukung dengan enam bahasa asing, seperti Inggris, Prancis, Spanyol, Portugal, Turki dan Persia. Hanya dua bahasa yang bisa digunakan secara bergantian: Inggris-Arab, Persia-Arab. Kedua, tampilan bahasa portal bisa diubah sesuai enam bahasa di atas, tidak terbatas bahasa Arab. Ketiga, hasil pencarian seperti thesaurus, menampilan kosakata semakna (sinonim). Keempat, berbasis referensi kamus klasik dan modern. Kelima, hasil pencarian diklasifikasikan secara sistematis, (1) kelas kata (kata kerja, kata benda, kata sifat atau keterangan); (2) makna kata sesuai kelas kata; (3) sinonim dan istilah dengan penjelasan kategorinya. Keenam, tersedia laman istilah dalam bidang tertentu, seperti istilah kimia, kedokteran, dan lain-lain. Ketujuh, laman download kamus ebook. Kedelapan, forum diskusi, fungsinya mengakomodasi istilah kontemporer yang belum ditemukan dalam pencarian untuk didiskusikan dengan sesama pengguna.

SHOROF ONLINE


Ilmu shorof adalah ilmu yang mempelajari kaidah pembentukan dan perubahan kata. Salah satu metode dalam shorof adalah "tashrif lughowi"."Tashrif lughowy" menekankan perubahan pembentukan kata sesuai perubahan kata ganti (dhomir). Ringkasnya, "tashrif luhgowy" terjadi pada fi'il, baik madhi, mudhori' maupun 'amr. Situs "qutrub.arabeyes.org" memberikan kemudahan bagi pegiat dan pembelajar bahasa Arab untuk mengetahui "tashrif lughowy" secara efektif. Qutrub cukup handal untuk mengetahui fi'il dengan beragam bentuk, baik "tsulatsy" (tiga huruf), "ruba'iy" (empat huruf) maupun "khumasy" (lima huruf). Qutrub mudah untuk digunakan, cukup mengetikkan bentuk dasar dari fiil madhi (contoh غفر، استغفر) di kolom pencarian. Jika kata yang anda masukkan tidak sesuai dengan bentuk dasar tersebut, Qutrub akan memferivikasi dengan menampilkan beberapa kata alternatif yang mungkin Anda maksud. Selanjutnya, hasil pencarian akan menampilkan keterangan detail terkait: (1) transitif (muta'adi, membutuhkan objek/maf'ul) atau intransitif (lazim, tidak membutuhkan objek/maf'ul); (2) kategori fi'il sesuai jumlah huruf (tsulatsy, ruba'iy, khumasy): (3) tabel tashrif lughowi, terdiri atas fi'il madhi, fi'il mudhori' (rafa', nasab, jazm, nun taukid tsaqilah), dan fi'il 'amr.

Selasa, 20 November 2012

LA-TASKUT: KAMUS BAHASA ARAB KOMPREHENSIF



Oleh : K.H. Ahmad Warson Munawwir

الحمد لله، الحمد لله، الحمد لله
Bahasa, dalam pengertiannya yang paling mendasar, adalah bentuk ungkapan yang dipakai dan disepakati suatu kelompok masyarakat untuk menyampaikan maksud di antara mereka. Bahasa juga menjadi rumah pikir para penggunanya. Benarlah takrif yang berbunyi al insanu hayawanun natiqun, bahwa manusia adalah hewan yang berbicara/berpikir. Kata natiq diantaranya mengandung makna bicara dan logika. Maka, ketika berbahasa, seseorang sesungguhnya juga sedang berpikir. Sebaliknya pula, ketika berpikir, seseorang juga tengah berbahasa.
Sebagai perantara komunikasi, bahasa dibentuk melalui serangkaian proses budaya yang panjang. Secara umum, terdapat dua jenis budaya yang memengaruhi proses perkembangan sebagian besar jenis bahasa, yakni budaya lisan dan budaya tulisan. Perbedaan antara keduanya terletak pada ciri dan susunan ketatabahasaannya. Dalam budaya tulisan, bahasa biasanya lebih terstruktur karena baik penulis maupun pengguna berbahasa dalam suasana dan olah pikir yang tertata dan tertib. Dalam budaya tulisan lah, ilmu tentang gramatika yang membahas kaidah-kaidah tata bahasa berkembang pesat. Sedangkan dalam budaya lisan, bahasa cenderung digunakan secara spontan, datar, dan langsung. Karena itu, dalam budaya lisan lahir sekian banyak dialek yang berbeda-beda sekalipun masih dalam satu jenis bahasa.
Kenyataan-kenyataan semacam itu terjadi juga dalam bahasa Arab. Kita menjumpai pembedaan antara fusha (fasih) yang muncul sebagai akibat dari penggunaan bahasa tulisan dan ‘ammiyah (pasaran) yang terbentuk dari percakapan sehari-hari.
Adapun yang lazim dipelajari secara internasional, termasuk di sini adalah apa yang sekian lama diajarkan dan menjadi ciri pondok pesantren atau madrasah di Indonesia, adalah bahasa Arab fusha. Para santri sangat akrab dengan ilmu-ilmu semacam nahwu, sharf, dan balaghah. Kemampuan berbahasa arab secara gramatikal ini sangat penting artinya dalam memahami secara menyeluruh dan bertanggung jawab sumber-sumber Islam yaitu Al Quran dan Sunnah hingga Ijma’ dan Qiyas. Satu misal, proses penggalian hukum (istinbath) terhadap suatu perkara fiqh mustahil didapatkan dengan mengabaikan kemampuan gramatikal tersebut.
Bahasa Arab ‘ammiyah juga berkembang seturut dengan berkembangnya kebudayaan Arab sendiri. Hanya saja, perkembangan itu berlangsung dengan sangat cair sehingga dialek orang Saudi, misalnya, berbeda dengan dialek Mesir. Biasanya pula, seseorang baru mungkin menguasainya bila bermukim di salah satu negara Arab.
Saya turut berbahagia dengan terbitnya buku “Lâ Taskut!” (yang berarti “Jangan Diam”) yang disusun oleh Mishbah Khoiruddin Zuhri dan Muhammad Shobirin Suhail. Buku ini melengkapi kepustakaan tentang bahasa Arab dari sisi budaya lisannya. Buku-buku serupa, yang membahas percakapan sehari-hari, selama ini sudah banyak beredar namun umumnya sebatas ungkapan-ungkapan praktis.
Kelebihan “Lâ Taskut!” terletak pada usaha dua penyusun dalam melakukan sistematisasi pembahasan. Jika buku-buku serupa sebelumnya cenderung disusun berdasar tempat (makaniy), seperti percakapan di rumah, bandara, kantor dan sebagainya, buku ini menyajikan percakapan Arab secara tematis (maudlu’iy) dengan metode dan pola yang beragam. Pada masing-masing bab, disediakan dua jenis ungkapan dalam bentuk fusha dan ‘ammiyah. Ini memudahkan pembaca untuk mengenali antara ungkapan-ungkapan standar yang resmi dengan ungkapan-ungkapan yang tidak baku namun populer. Adapun, pilihan terhadap dialek Mesir, kiranya tepat karena dialek ‘ammiyah di Mesir lebih kompleks dibanding negeri-negeri Arab lainnya.
Dalam hemat saya, buku ini cukup membantu mereka yang menggeluti bahasa ‘Arab baik untuk kepentingan rihlah (kunjungan), studi ataupun profesi. Seperti diketahui, jumlah orang Indonesia yang pergi ke negara-negara Arab sangat tinggi. Jama’ah haji, TKI, hingga pelajar biasanya mula-mula dihadapkan pada kesulitan untuk berkomunikasi dalam bahasa ‘Arab lisan. Bahkan, mereka yang sudah menguasai gramatika ‘Arab pun tak jarang sulit berkomunikasi secara aktif. Buku ini kiranya cukup membantu mengurangi kesulitan itu.
Akhirul kalam, semoga penerbitan buku ini bisa bermanfaat bagi masyarakat luas.

Krapyak, 22 Mei 2009

PASIR BERBISIK DI Al-GHARIYA




Pasir putih. Ombak bergelombang kecil. Air yang bening. Gubuk-gubuk yang teduh. Suasana tersebut menyambut kedatangan kami di pantai Al-Ghariya. Pantai teretak di bagian utara Qatar, berjarak 97 KM dari ibukota Qatar, Doha. Jarak tempuh selama 1 jam perjalanan. Rutenya, dari doha menuju Shamal road sampai ke jalan keluar (exit) nomor 83. Setelah sampai exit 83, belok kanan, kemudian ambil arah lurus sampai pantai.
Di Pantai Al-Ghariya, pengunjung diberi tiga pilihan tempat; keluarga; publik dan resort. Pertama, pantai untuk keluarga. Hanya keluarga yang diperbolehkan masuk. Lajang tidak diperkenankan, kecuali bersama rombongan keluarga. Pantai ini dikelola oleh kementerian pariwisata Qatar. Pengunjung mendapatkan fasilitas tenda. Ada sekitar 10 tenda dengan kapasitas 15-20 orang. Tenda beratap daun kurma. Selain itu terdapat tempat shalat, toilet, tempat parkir dan lapangan sepak bola. Pantai keluarga di Al-Ghariya berjarak 500 meter ke arah utara dari pantai umum. Tidak dipungut biaya, kecuali jika ada perusahaan yang bermaksud menyewa tempat tersebut, ada biaya kebersihan sebesar QR 200. Di pantai al-Ghariya khusus keluarga, pengunjung bisa melakukan pelbagai aktivitas. Diantaranya bersantai, bermain pasir, berenang, memancing, membakar ikan dan lain sebagainya. Bahkan tidak jarang, beberapa komunitas mengadakan lomba seperti tarik tambang, lomba makan donat tergantung, berebut menangkap koin yang dilempar ke dalam air dan lain-lain. Pengunjung boleh sampai larut malam hingga pukul 1 dini hari dan tidak diperkenankan menginap.
Kedua, pantai al-Ghariya untuk publik. Pantai ini terbuka untuk umum, lajang maupun berkeluarga. Jika di zona keluarga luasnya terbatas, karena dibatasi oleh pagar, maka di zona publik terbuka luas. Pengunjung akan menjumpai tenda-tenda di tepi pantai. Tenda tersebut dibangun oleh penduduk setempat untuk menyambut musim semi. Zona publik tidak kalah indahnya. Disana pengunjung dimanjakan dengan bentangan garis pantai yang lebih luas, pilihan kedalaman air yang lebih beragam. Namun, disini tidak tersedia tempat shalat dan toilet umum. Meski tidak ada lapangan sepak bola, pengunjung bisa memanfaatkan hamparan pasir dengan membuat gawang untuk sepak bola atau mendirikan net untuk bermain voli pantai.
Ketiga, al-Ghariya resort. Letaknya berdekatan dengan zona publik. Tempat ini sudah dikelola dengan profesional. Ada beberapa fasilitas yang memadai. Mulai penginapan, vila, restaurant, kolam renang dengan kontrol temperatur suhu air, permainan pantai, lapangan sepak bola, tempat memancing dan kereta wisata mengitari resort.
Beberapa hal yang butuh diperhatikan. Antara lain (1) hati-hati di jalan Shamal, karena rawan kecelakaan, banyak kendaraan dengan kecepatan tinggi, khususnya malam hari. Penulis hampir tertimpa tandon air jumbo yang jatuh dari mobil pick-up, untungnya kendaraan penulis ada di lajur yang berlainan. (2) Jika anda berencana menuju zona publik, ada baiknya menyiapkan tenda darurat sebagai pengganti toilet, membawa tikar dan kebutuhan makan. (3) Pilihlah saat yang tepat. Hal ini sangat penting karena akan menambah kenyamanan dan kenikmatan wisata Anda. Sebaiknya berangkat setelah pagi-pagi atau setelah dzuhur, sehingga sesampai disana Anda akan menemukan udara yang sejuk. Bulan September sampai Februari adalah saat yang tepat untuk mengadakan agenda di luar ruangan, termasuk di pantai. Selamat berlibur.